Sumbangan Baju Bekas Layak Pakai: Mengapa Logistik Non-Tunai Sering Menjadi Beban daripada Bantuan Bencana yang Efektif?

Saat bencana melanda, gelombang empati memicu masyarakat menyumbangkan Baju Bekas layak pakai. Niat baik ini patut diapresiasi, namun seringkali menciptakan masalah logistik besar di posko pengungsian. Logistik non-tunai seperti pakaian sering berubah menjadi beban logistik yang signifikan dan tidak efisien.

Salah satu masalah utamanya adalah ketidaksesuaian. Posko menerima segala jenis Baju Bekas mulai dari gaun pesta hingga kemeja musim dingin, padahal yang dibutuhkan hanyalah pakaian dalam, selimut, atau seragam sekolah. Proses pemilahan memerlukan waktu dan tenaga relawan yang berharga.

Tumpukan Baju Bekas yang menggunung menyerap ruang gudang yang seharusnya dialokasikan untuk makanan, obat-obatan, dan air bersih. Barang-barang ini memiliki batas kedaluwarsa dan prioritas yang lebih tinggi. Pakaian yang tidak tersortir cepat menjadi lembap dan berjamur.

Aspek psikologis juga berperan. Korban bencana, meskipun kehilangan segalanya, tetap memiliki martabat. Menerima Baju Bekas yang kumal, kotor, atau tidak sesuai ukuran dapat merusak moral mereka. Distribusi yang tidak terorganisir juga menyulitkan penyintas memilih barang yang benar-benar mereka butuhkan.

Pengelolaan limbah menjadi konsekuensi berikutnya. Diperkirakan hingga 40% sumbangan Baju Bekas akhirnya tidak terpakai dan terbuang, menambah beban sampah di lokasi bencana. Ini menciptakan masalah lingkungan baru yang harus ditangani oleh otoritas setempat.

Penyelesaian dari isu ini adalah edukasi donatur. Lembaga penanggulangan bencana seperti BNPB dan PMI kini secara rutin mengimbau donasi uang tunai atau barang yang diminta secara spesifik. Donasi uang tunai jauh lebih fleksibel dan efektif.

Donasi tunai memungkinkan pihak berwenang membeli barang sesuai kebutuhan spesifik pengungsi. Mereka bisa mendapatkan pakaian baru, ukuran yang tepat, dan sesuai dengan cuaca di lokasi bencana. Efisiensi ini mempercepat pemulihan dan mengurangi biaya logistik.

Jika memang ingin menyumbang logistik, donasi harus berupa barang baru atau barang tertentu yang sangat dibutuhkan, seperti family kit atau perlengkapan bayi. Prioritas utama adalah kebutuhan dasar, bukan membersihkan lemari pakaian pribadi.

Kesimpulannya, niat baik harus disertai dengan pengetahuan yang tepat. Sumbangan Baju Bekas massal, meskipun bermaksud baik, seringkali membebani sistem tanggap darurat. Berdonasi secara cerdas, fokus pada kebutuhan nyata, adalah aksi kemanusiaan yang paling efektif.